PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA
ANTARA YANG MENGGUNAKAN TES LISAN DAN TES TERTULIS PADA PELAJARAN MATEMATIKA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.I)
Pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon
Oleh
Iis Risyana
06450788
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Manusia merupakan mahluk Tuhan yang paling sempurna, karena manusia diberikan kelebihan berupa akal untuk berpikir dibandingkan dengan mahluk Tuhan yang lain. Oleh karena itu Allah SWT menyeru manusia untuk menuntut ilmu. Dengan firmannya yang berbunyi :
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam firman Allah SWT di atas dimana Allah menurunkan surat yang pertama kali yang isinya berupa perintah untuk membaca. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa Allah SWT menunjukkan betapa urgennya masalah pendidikan bagi manusia.
Saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Besarnya dana pendidikan dan fasilitas pendidikan yang kurang memadai menjadi salahsatu faktor penghambat tujuan pendidikan. Namun dari pada itu, pemerintah pun terus melakukan pembenahan-pembenahan sistem pendidikan, mulai dari meningkatkan anggaran pendidikan serta upaya mensejahterakan para guru. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, hal ini belumlah cukup dan diperlukan usaha dari guru itu sendiri untuk senantiasa meningkatkan profesionalismenya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.
Usaha apapun yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan pada akhirnya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertera dalam Undang-undang No 2 tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan berbangsa. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut tidak dapat luput dari beberapa dimensi yang satu sama lain saling berkaitan. Kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan tiga dimensi yang sangat penting dalam pendidikan (Surapranata, Sumarna dan Hatta, Muhammad 2004: 1).
Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum. Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan, misalnya apakah proses pembelajaran sudah baik dan dapat dilanjutkan atau perlu perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu disamping kurikulum yang cocok dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem penilaian yang baik dan terencana (Surapranata, Sumarna 2004 : 1).
Dengan demikian, guru harus mampu menguasai ketiga dimensi tersebut. Penguasaan kurikulum, guru mampu menguasai materi yang akan disampaikan pada siswa. Penguasaan poses pambelajaran, guru mampu menciptakan metode pembelajaran yang mudah dipahami dan menyenangkan bagi siswa. Pengusaan penilaian, seorang guru yang baik adalah guru yang mampu memahami dan menerapkan prinsip–prinsip yang mendasari pelaksanaan penilaian dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan akhir dari suatu proses belajar mengajar adalah kegiatan evaluasi (tes). Menurut Anas Sudijono (1996: 3-5) evaluasi merupakan kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaanya senantiasa berpegang pada tiga prinsip-prinsip dasar evaluasi, yaitu :
1. Prinsip keseluruhan
Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara menyeluruh sehingga diperoleh bahan – bahan keterangan dan infomasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subyek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2. Prinsip kesinambungan
Pihak evaluator dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah–langkah yang perlu diambil untuk selanjutnya, agar tujuan dari proses pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
3. Prinsip obyektivitas
Seorang evaluator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan – kepentingan yang bersifat subyektif.
Menurut Erman Suherman dkk, bertitik tolak dari pendapat Galton (dalam Rus Effendi, 1980:53) bahwa dalam suatu kelompok individu (siswa) yang tidak dipilih secara khusus memiliki karakteristik tertentu yang frekuensinya berdistribusi normal. Dengan demikian suatu alat evaluasi yang baik akan mencerminkan kamampuan sebenarnya dan testi yang dievaluasi bisa membedakan siswa yang pandai (di atas rata–rata), siswa yang kemampuannya sedang (pada kelompok rata–rata) dan siswa yang kemampuanya kurang (di bawah rata–rata).
Faktor–faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran selain guru yang profesional juga dipengaruhi oleh siswa itu senidri. Ketika guru memberikan pelajaran maka siswa diharapkan mampu merespon dengan baik sehingga tercipta kegiatan belajar mengajar yang baik pula. Selain itu dukungan orangtua dan masyarakat sekitar juga menjadi salah satu faktor keberhasilan pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran tersebut diukur melalui evaluasi. Dalam mata pelajaran matematika khususnya kebanyakan guru menggunakan teknik tes tertulis untuk mengevaluasi keberhasilan belajar siswa. Padahal sekali-kali perlu kiranya dilakukan tes dengan teknik yang berbeda, misalnya tes lisan. Hal ini berguna agar siswa tidak bosan dan lebih tertantang dalam menjawab soal. Realita di lapangan menunjukkan bahwa ketika dilaksanakan tes tertulis budaya contek mencontek sangat banyak dilakukan oleh siswa sehingga siswa yang kurang memahami materi cenderung mengandalkan jawaban dari temannya. Sedangkan pada tes lisan siswa benar – benar dituntut untuk menjawab soal itu secara individu, sehingga guru dapat mengetahui kemampuan siswa secara langsung. Selain itu dengan menggunakan tes lisan siswa dapat berlatih menghadapi event–event perlombaan matematika, misalnya lomba cerdas tangkas matematika. Biasanya soal diberikan secara lisan dan dijawab secara lisan pula dalam perlombaan tersebut. Namun, teknik tes lisan biasanya dipandang menyulitkan dan banyak memiliki kelemahan.
Atas dasar itu penulis tertarik untuk meneliti hasil belajar siswa di kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 Cirebon, yang menggunakan teknik evaluasi tes tertulis dan tes lisan. Kemudian mencoba membandingkan keduanya, selain itu penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah tes lisan efektif atau tidak untuk diterapkan pada evaluasi pembelajaran bidang studi matematika. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil judul penelitian “Perbandingan Hasil Belajar Siswa Antara yang Menggunakan Tes Lisan dan Tes Tertulis Pada Pelajaran Matematika.”
B. Rumusan Maslah
Dalam merumuskan masalah penulis menggunakan beberapa tahapan yaitu :
1. Identifikasi Masalah, yaitu :
a. Wilayah penelitian
Wilayah penelitian ini adalah evaluasi pembelajaran matematika.
b. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif.
c. Jenis masalah
Jenis masalah pada penelitian ini adalah membandingkan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan teknik tes lisan dan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan teknik tes tertulis pada bahasan Faktorisasi Suku Aljabar di kelas VIII Sekolah Menengah Pertama.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka perlu adanya pembatasan masalah untuk menghindari luasnya ruang lingkup permasalahan. Hal tersebut meliputi:
a. Penelitian ini hanya dilakukan pada proses evaluasi pada mata pelajaran matematika.
b. Teknik evaluasi yang digunakan adalah teknik evaluasi tes lisan dan tes tertulis.
c. Hasil belajar yang akan diteliti adalah hasil belajar siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes lisan dan siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes tertulis dalam menyelesaikan soal matematika.
d. Pada penelitian ini materi yang menjadi pokok bahasan dibatasi pada materi kelas VIII pokok bahasan Faktorisasi Suku Aljabar di SMP N 11 Cirebon.
3. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan tes lisan pada bidang studi matematika di kelas VIII E SMP Negeri 11 Cirebon?
b. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan tes tertulis pada bidang studi matematika di kelas VIII F SMP Negeri 11 Cirebon?
c. Seberapa besar perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes lisan dengan tes tertulis?
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian
Setiap kegiatan penelitian mempunyai tujuan agar penelitian terarah dalam memperoleh hasil yang harus dicapai, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
- Memperoleh data hasil belajar matematika siswa yang menggunakan tes lisan.
- Memperoleh data hasil belajar matematika siswa yang mengguanakan tes tertulis.
- Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan tes lisan dan hasil belajar siswa yang menggunakan tes tertulis sehingga diketahui mana yang lebih efektif diantara keduanya.
Adapun kegunaan penelitian ini yaitu secara umum hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika terutama mengenai teknik evaluasi dalam meningkatkan hasil belajar matematika.
D. Kerangka Pemikiran
Evaluasi memegang peranan yang sangat penting dalam pengajaran. Hasil evaluasi merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan seorang guru mengajar dan seorang siswa memahami pelajaran. Selain itu evaluasi merupakan dasar untuk guru mengetahui apakah metode yang diterapkan dalam proses belajar mengajar sudah baik atau perlu perbaikan.
Selama ini banyak siswa yang menganggap bahwa menyelesaikan soal matematika adalah hal yang sulit. Sampai saat ini mata pelajaran matematika masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian siswa padahal jika seorang Guru membiasakan memberikan tes dengan teknik yang bervariatif maka siswapun akan terbiasa dengan berbagai macam tes.
Menurut Anas Sudijono (1996 : 9) bahwa ada dua macam kemunginan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, yaitu :
- Hasil evaluasi yang menggembirakan, sehingga dapat memberikan rasa lega bagi evaluator, sebab tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan.
- Hasil evaluasi yang tidak menggembirakan atau bahkan menghawatirkan dengan alasan bahwa beredar hasil evaluasi ternyata dijumpai adanya penyimpangan – penyimpangan, hambatan atau kendala, sehingga mengharuskan evaluator untuk bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengulangan dan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun atau mengubah dan memperbaiki cara pelaksanaannya.
Teknik pelaksanaan evaluasi sangat bervariasi, namun selama ini teknik tes yang sering digunakan oleh guru bidang studi matematika adalah tes tertulis. Padahal masih ada teknik lain yang bisa digunakan untuk evaluasi yaitu tes lisan. Menurut Erman S.Ar (2003: 66) tes tertulis banyak bermanfaat untuk mengetahui kemahiran testi dalam teknik menulis yang benar, menyusun kalimat menurut kaidah bahasa yang baik dan benar secara efisien, mengungkapkan buah pikiran melalui bahasa tulisan dengan kata kata sendiri. Pada umumnya tes matematika secara tertulis dilaksanakan pada akhir pelajaran, akhir kegiatan belajar mengajar untuk satu satuan pelajaran, atau pada akhir semester. Tes lisan sangat berguna bagi siswa untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat atau buah pikirannya secara lisan dan mengembangkan kemampuan berbicara. Dalam kegiatan belajar mengajar matematika, tes lisan sering kali dilaksanakan sebelum dan selama kegiatan tersebut berlangsung. Hal ini dimaksudkan terutama untuk mengetahui kesiapan belajar siswa dan mengecek daya serap siswa terhadap materi yang diberikan saat itu.
Pada dasarnya bentuk tes untuk teknik pelaksanaan tes tertulis dan teknik pelaksanaan tes lisan sama saja. Bisa dalam bentuk uraian, juga bisa dalam bentuk obyektif. Namun yang membedakan antara keduanya adalah dalam cara pelaksanaannya, tes tertulis soal disajikan dalam lembar soal dan testi menjawab soal tersebut dalam lembar jawaban. Sedangkan tes lisan soal disajikan dalam bentuk pertanyaan yang langsung diucapkan secara lisan oleh evaluator dan testi menjawab langsung pertanyaan yang diberikan evaluator secara lisan pula.
Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah membandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes lisan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes tertulis pada bidang studi matematika pokok bahasan Faktorisasi Suku Aljabar.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes lisan dengan tes tulis.
Ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan teknik evaluasi tes lisan dengan tes tulis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran menyeluruh tentang skripsi ini, penulis kemukakan sistematikanya sebagai berikut: Bab I, membahas pendahuluan yang meliputi latar belakng masalah, perumusan masalah (identifikasi masalah, pembatasan masalah, pertanyaan penelitian), tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis dan sitematika penulisan.
Bab II, membahas landasan teori yang meliputi konsep belajar dan hasil belajar, konsep tentang tes, dan perbandingan hasil belajar siswa antara yang menggunakan tes tertulis dan tes lisan serta materi tentang faktorisasi suku aljabar.
Bab III, membahas metode penelitian yaitu tentang waktu dan tempat penelitian yang didalamnya termasuk hasil penelitian yan berupa data kuantitatif. Selanjutnya menentukan populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrument pnelitian, setelah itu penulis membahas variable dan desain penelitian serta langkah selanjutnya membahas tentang teknik analisis data.
Bab IV, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi deskripsi data, analisis data, dan pembahasan.
Bab V, berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Tentang Belajar dan Hasil Belajar Matematika
1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar Matematika
a. Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu, dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang yang mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya, ketrampilanya, maupun dalam sikapnya. Perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan adalah dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar. Perubahan dalam aspek keterampilan adalah dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil. Perubahan dalam aspek sikap adalah dari ragu – ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi terpelajar (Uzer Usman dan Lilis Setiawan 1993: 4).
Pengertian belajar banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hintzman (dalam Syah Muhibbin, 1995:90) berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan yang terjadi dalam diri yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku.
2. Gagne (dalam Wilis Dahar, Ratna 1996:11) mendefinisikan belajar sebagai proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
3. Hilgard (dalam Pasaribu dan Simanjuntak, 1997:59) menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau obat–obatan.
Ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan kepribadian atau munculnya suatu prilaku terhadap situasi tertentu atau hasil pengalaman yang ditunjukkan dalam bentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, dan pengetahuan.
Biggs dalam pendahuluan “Teaching For Learning”, yang dikutif oleh Syah Muhibbin (1995: 90–91) mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan:
1. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak – banyaknya.
2. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi–materi yang telah ia pelajari.
3. Secara kualitatif (tinjauan mutu), ialah proses memperoleh arti–arti dan pemahaman–pemahaman serta cara–cara menafsirkan dunia disekeliling siswa.
Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku indvidu yang relativ menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah Muhibbin, 1995:91).
Selanjutnya Effendi Usman (1985:103) belajar adalah suatu proses usaha atau interaksi yang dilakukan individual untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkahlaku sebagai hasil dari pengalaman–pengalaman itu sendiri. Dari beberapa pengertian tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan manusia atau individu yang relative menetap dalam keseluruhan tingkah laku atau proses memperoleh respon–respon yang disebabakan oleh pengalaman–pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia atau individu secara sadar dan juga cara memperoleh ilmu serta mampu menguasai keterampilan yang didapat.
b. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar menurut Sudjana Nana (2005:2) adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pengertian di atas bila diterapkan dalam pembelajaran matematika, maka hail belajar matematika adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami dan memecahkan masalah matematika setelah ia menerima pengalaman belajar matematika.
Menurut Benyamin Bloom yang dikutif oleh Nana Sudjana (2005: 22–31) klasifikasi hasil belajar dibagi 3 ranah :
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memilki penguasaan kognitif tingkat tinggi, ranah ini terdiri dari lima aspek yakni penerimaan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketreampilan dan kemampuan bertindak, ada enam aspek pada ranah ini yakni gerakkan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemapuan perceptual, ketrampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretativ.
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Mencapai hasil belajar yang maksimal merupakan dambaan setiap siswa. Oleh karena itu kita perlu mengetahui faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil belajar tersebut.
Secara garis besar Arikunto Suharsimi (2006:21) membedakan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar atas dua jenis yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar, disebut faktor internal dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar disebut faktor eksternal. Sedangkan menurut pendapat Purwanto Ngalim (1994:102) faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri (faktor internal), yaitu meliputi faktor kematangan pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.
2. Faktor yang ada diluar individu atau yang disebut juga faktor sosial yang meliputi faktor keluarga, guru, cara pengajaran, alat–alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan, kesempatan yang tersedia juga kotivasi sosial.
Sedangkan menurut Syah Muhibbin (1995:129) secara global faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi–materi pelajaran.
Menurut Ngalim Purwanto (1994: 107) mengikhtisarkan faktor-faktor hasil balajar menjadi: faktor dari luar diri siswa berasal dari faktor lingkungan yang meliputi lingkungan alam dan sosial, dan faktor - faktor instrumental yang meliputi kurikulum/bahan pelajaran, guru/pengajar, sarana dan prasarana, serta administrasi/manajemen. Sedangkan faktor dari dalam diri siswa berasal dari faktor fisiologis yang meliputi kondisi fisik dan kondisi pancaindera, dan faktor psikologis yang meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif siswa.
Dari uaraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa keberhasilan belajar seseorang itu dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Faktor – faktor tersebut datangnya dari luar maupun dari dalam diri siswa. Faktor dari dalam bisa merupakan aspek fisiologis seperti kesehatan atau aspek psikologis seperti intelegensi atau kecerdasan, sedangkan faktor dari luar bisa merupakan lingkungan rumah, gedung sekolah, guru atau teman.
B. Konsep Evaluasi dan Tes dalam Pembelajaran
1. Pengertian Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Tes
a. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan sinambung, untuk mengetahui sampai sejauh mana efesiensi kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dan efektivitas tujuan intruksional yang telah ditetapkan. Dengan demikian mengevaluasi adalah menentukan apabila tampilan siswa telah sesuai deangan tujuan intruksional yang telah dirumuskan atau belum. (Erman S. Ar, 2003 : 1).
Evaluasi dalam sistem pengajaran menduduki peranan yang sangat penting, karena dengan evaluasi prestasi hasil belajar yang dicapai para siswa akan dapat diketahui setelah menyelesaikan program belajar dalam kurun waktu tertentu. Evaluasi mencakup dua kegiatan yaitu penilaian dan pengukuran. Evaluasi sifatnya lebih luas daripada pengukuran. Evaluasi meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif.
Kegiatan evaluasi pada dasarnya dimaksudkan untuk melakukan perbaikan atau penyempurnaan usaha. Menurut Anas Sudijono (1996:10) fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat ditilik dari tiga segi, yaitu: segi psikologis, segi didaktik dan segi administartif. Secara psikologis, kegiatan evaluasi disoroti dari dua sis, yaitu sisi peserta didik dan dari sisi pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya ditengah-tengah kelompok atau kelasnya.Sedangkan bagi pendidik, evaluasi pendidikan memberikan kepastian atau ketetapan hati kepada diri pendidik, sudah sejauh mana kiranya usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil, sehingga ia secara psikologis memiliki pedoman atau pegangan yang pasti guna menetukan langkah-langakah apa saja yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya.
Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi evaluasi secara psikologis, yaitu bagi siswa untuk mengetahui apakah dirinya termasuk siswa yang berkemampuan tinggi, berkemampuan rata-rata atau berkemampuan rendah. Sedangkan bagi pendidik, memberikan pengetahuan sejauh mana keberhasilan usahanya dalam mendidik siswa,apakah metode mengajar yang digunakan sudah tepat atau perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih baik.
Adapun secara didaktif, menurut Anas Sudijono (1996:11) fungsi evaluasi pendidikan yaitu dapat memberikan dorongan (motivasi) kepada siswa untuk dapat memperbaiki, meningkatkan dan mempertahankan prestasinya. Sedangkan bagi pendidik, secara didaktif evaluasi memiliki lima macam fungsi, yaitu:
1. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
2. Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
3. Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik.
4. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi pesrta didik yang memang memerlukannya.
5. Memberikan petunjuk tentang sejauh mana program pengajaran yang telah ditentukan telah dicapai.
Sedangakn secara administratif evaluasi pendidikan memilki tiga fungsi, yaitu:
1. Memberikan laporan
2. Memberikan bahan-bahan keterangan (data)
3. Memberikan gambaran
Menurut Novijanti Lilik dkk (2008: 12.6 – 12.7) adapun pelaksanaan evaluasi di lingkungan pendidikan memilki dua landasan pelaksanaan, yakni: landasan filosofis dan landasan yuridis.
· Landasan Filosofis, yakni dilaksanakan evaluasi dalam pendidikan berangkat dari pemikiran bahwa proses pendidikan adalah proses untuk mengembangkan potensi siswa baik dari segi kemampuan dan keterampilan. Hanya saja hal ini tidak mudah. Ini disebabkan oleh sulitnya mengakomodasi kebutuhan siswa secara tepat dalam proses pendidikan. Disatu sisi, setiap siswa harus diperlakukan secara adil, termasuk dalam proses evaluasi. Oleh karena itu, proses penilaian yang dilakukan harus memilki asas keadilan, kesetaraan dan objektifitas. Hendaknya dalam pelaksanaan evaluasi penyelenggara meminimalkan semua bentuk prosedur atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salahsatu atau sekelompok siswa.
· Landasan yuridis, yakni pelaksanaan evaluasi UU No 2 Tahun 2003, pasal 57 ayat (1) dijelaskan bahwa pelaksanaan evaluasi dipandang perlu dalam rangka pengendalian mutu pendidikan pada pasal 58 ayat (1) bahwa evaluasi yang dijelaskan terhadap proses dan hasil belajar peserta didik dilkaukan untuk memantau proses kemampuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Proses evaluasi satuan pendidikan dan program pendidikan hendaknya dilakukan secara mandiri, berkala, menyeluruh transparan dan sistematik untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
b. Penilaian
Menurut Anas Sudjiono (1996: 4 – 5) penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya kualitatif.
Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil – hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Nana Sudjana, 1990: 3).
Menurut Mimin Haryati (2006:162) ada empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi. Sebenarnya proses pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu mulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
c. Pengukuran
Istilah pengukuran (measurement) menunjuk pada segi kuantitas. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran tertentu (Erman S. Ar, 2003: 3).
d. Tes
Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atas prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penialaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan–pertanyan yang harus dijawab) atau perintah–perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai–nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan standar tertentu (Anas Sudijono, 1996:67).
Agar lebih memahami pengertian tes, akan dipaparkan beberapa pengertian tes menurut para pakar pendidikan dan beberapa hal yang berkaitan dengan tes.
a. Menurut Indrakusumah dalam Erman S.Ar (2003:65) menyatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data atau keterangan tentang seseorang dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Menurut pengertian ini tes merupakan suatu alat untuk mencari data tentang seseorang.
b. Muchtar Buchori (1962) menyatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hasil–hasil pelajaran tertentu pada seseorang atau kelompok siswa (Erman S.Ar, 2003:65). Menurut pengertian ini, tes merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penangkapan siswa atau kelompok siswa terhadap suatu pelajaran yang telah diajarkan.
c. Dalam Webster’s Collegiate dinyatakan bahwa tes adalah srangkaian atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi kemampuan atau bakat yang dimilki oleh individu atau kelompok (Erman S.Ar, 2003:65). Menurut pengertian ini tes merupakan pertnyaan-pertanyaan atau latihan untuk mengukur kemampuan seseorang atau kelompok.
Berdasarkan penjelasan–penjelsan diatas, pengertian tes menurut penulis ialah suatu alat atau cara, baik berupa pertanyaan, latihan ataupun tugas yang digunakan untu mengukur kemampuan seorang siswa atau sekelompok siswa dalam memahami pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Bila diterapkan pada pelajaran matematika, bahwa tes matematika adalah alat pengumpul informasi tentang hasil belajar matematika.
Adapun istilah–istilah yang berkaitan dengan tes yaitu testing, tester dan testee, yang masing–masing memilki pengretian yang berbeda. Testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester artinya orang yang melakukan tes atau pembuat tes atau eksperimentor yaitu orang yang sedang melakukan percobaan (eksperimen) sedangkan testee adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes) atau pihak yang sedang diberi percobaan (tercoba) (Anas sudijono 1996:6).
1. Fungsi Tes
Secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes (Anas Sudijono, 1996:67) yaitu :
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dicapai.
Sedangkan menurut penulis, berdasarkan penjelasan di atas fungsi tes adalah sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana pelajaran dapat diserap oleh siswa.
2. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil belajar
Pelaksanaan tes hasil belajar bisa dilakukan dengan berbagai macam teknik. Menurut Erman S.Ar (2003:66–67) cara melaksanakan tes dapat digolongkan dalam 3 cara yaitu:
a. Tes tertulis
Dalam tes tertulis, testee menjawab tes tersebut secara tertulis pada lembar pekerjaan atau lembar jawaban. Instrument tes disampaikan secara lisan atau tetulis tidak menjadi masalah.
b. Tes lisan
Dalam tes lisan, jawaban yang diberikan oleh testee dalam bentuk ungkapan lisan. Instrumen yang digunakan bisa saja disajikan dalam bentuk tulisan bisa pula dalam bentuk lisan.
c. Tes perbuatan
Tes perbuatan menuntut testee untuk melakukan perbuatan tertentu, tidak cukup dikatakan atau dituliskan untuk menjawab tes tersebut. Tes perbuatan diberikan dalam bentuk tugas atau latihan yang harus diselesaikan secara individual atau kelompok.
3. Bentuk-bentuk Tes Hasil Belajar
Tes sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan hasil belajar peserta didik terdiri dari beberapa bentuk tes. Menurut Anas Sudijono (1996:106 - 107) tes ditinjau dari segi bentuk soalnya, dibedakan menjadi dua macam, tes hasil belajar bentuk uraian dan tes hasil belajar bentuk obyektif.
a. Tes Uraian
Tes uraian adalah salah satu jenis tes hasil belajar berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang. Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes uraian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes uraian tipe bebas atau terbuka dan tes uraian tipe terbatas atau terstruktur.
b. Tes Obyektif
Tes objektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata - kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-masing butir soal yang bersangkutan.
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes objektif dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
1. Tes objektif bentuk benar-salah
2. Tes objektif bentuk menjodohkan
3. Tes objektif bentuk melengkapi
4. Tes objektif bentuk isian
5. Tes objektif bentuk pilihan ganda
Adapun bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian tipe terbuka/bebas (extended response essay items). Tes uraian tipe terbuka sering juga disebut tes uraian bebas.tes uraian tipe terbuka adalah tes uraian yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab soal sesuai dengan sistematika jawaban siswa seluas-luasnya. Dalam tes uraian tipe terbuka ini siswa tidak dibatasi, mereka bebas memberikan jawaban sesuai dengan perspektif mereka dan dianggap benar selama argument jawaban yang dikemukakan siswa tidak keluar jawaban semestinya atau menyimpang dari materi soal yang ditanyakan serta jawaban harus bersifat logis.
Dua kemampuan yang biasa digunakan dalam tes uraian tipe terbuka adalah (1) pemahaman materi dan (2) kemampuan menulis. Materi yang diajukan dalam tes ini biasanya sangat terbatas dan jawaban siswa tidak selalu dibatasi oleh prinsip atau konsep tertentu. Siswa lebih mempunyai keleluasaan dalam memilih dan mengorganisasikan gagasan maupun informasi (Surapranata,Sumarna 2004: 217).
4. Pelaksanaan Evaluasi
Menurut Novijanti Lilik (2008: 12.6-12.8) Kegiatan evaluasi merupakan salahsatu komponen yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan. Suatu kegiatan evaluasi akan berfungsi dengan baik apabila kegiatan evaluasi pembelajaran yang dilakukan terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran. Pada tataran praktik, para Guru kadang-kadang tidak merencanakan evaluasi yang terintegrasi dengan desain pengajaran yang dilakukan. Bahkan pelaksanaan evaluasi yang dilakukan kadang-kadang tidak terencana dengan baik. Evaluasi yang dilakukan hanya sebartas untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pengisisan rapor. Disamping itu, sekolah-sekolah saat ini terdapat kecenderungan, pelaksanaan evaluasi pembelajaran hanya menggunakan model tes. Hal tersebut tentunya tidak dapat dibenarkan karena bagaimanapun juga, penggunaan tes sebagai alat ukur untuk meneentukan keberhasilan siswa memiliki keterbatasan. Dalam kegiatan evaluasi seorang Guru dituntut untuk menggunakan ketiga jenis tes, yakni : tes tulis, tes lisan dan tes perbuatan.
Dalam pelaksanaan tes, sebenarnya tidak banyak persyaratan yang harus dipelajari yang penting bisa dilaksanakan secara baik, lancar dan objektif serta sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat. Beberapa saran atau aturan umum yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mempersiapkan diri secara baik dalam mengikuti tes.
2. Kondisi siswa diusahakan fit (sehat) saat mengikuti tes.
3. Situasi dan kondisi tempat pelaksanaan tes diusahakan baik dan tenang.
4. Pelaksanaan tes diusahakan bisa objektif baik dari sudut siswa maupun guru bisa melakukan kejujuran.
5. Mencegah pengaruh lingkungan baik fisik maupun psikologis agar siswa dapat menunjukkan kemampuan optimum dalam mengerjakan soal-soal.
Sementara itu beberapa pertimbangan khusus yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan tes tulis
Dalam melaksanakan tes tulis beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Dalam mengerjakan soal para peserta tes perlu mendapat ketenangan, sebaiknya ruang tempat berlangsungnya tes dipilih jauh dari keramain atau kebisingan.
2. Ruang tes harus cukup longgar tidak berdesakkan, diatur dalam jarak tertentu serta mencegah kemungkinan terjadinya kerjasama diantara peserta tes.
3. Ruang tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
4. Dalam melakukan monitoring, para penguji atau pengawas hendaknya melakukannya secara wajar, tidak membuat peserta cemas, serta tidak mengganggu pelaksanaan tes.
5. Pengaturan atau menagemen waktu harus dilakukan secara tepat, baik saat mulai tes maupun saat selesai tes.
6. Pelaksanaan tes perlu dilakukan secara objektif, dalam arti diusahakan masing-masing peserta tes bisa mengerjakan secara jujur sesuai kemampuan yang dimiliki
b. Pelaksanaan tes lisan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tes lisan adalah sebagai berikut:
1. Sebelum pelaksanaan tes, perlu dilakukan persiapan yang baik dari sisi soal yang diajukan atau pedoman pensekoran jawabannya.
2. Pelaksanaan tes dilakukan secara wajar, tidak membuat peserta tes gugup, cemas atau takut.
3. Pelaksanaan tes dilakukan sesuai karakteristik tes lisan, bukan mengarah pada diskusi, bercakap-cakap atau musyawarah.
4. Tes lisan harus dilaksanakan secara objektif dan adil, tidak diperbolehkan memberikan bantuan atau pertolongan jawaban.
5. Dalam pelaksanaan tes, perlu dilakukan pengaturan waktu yang baik, untuk itu rancangan atau pedoman waktu tes harus ditetapkan secara baik.
6. Pengajuan pertanyaan bisa bervariasi, namun intinya sama untuk menghindari bocornya soal.
7. Pelaksanaan tes secara individual untuk menghindari pengaruh antar peserta tes.
8. Pemberian skor atau nilai terhadap peserta tes hendaknya dilakukan secara langsung atau segera untuk menghindari kelupaan atau pengaruh peserta berikutnya.
c. Pelaksanaan tes perbuatan
Beberapa pertimbangan dalam pelaksanaan tes perbuatan adalah sebagai berikut:
1. Sebelum pelaksanaan tes, perlu dilakukan persiapan yang baik dari sisi soal atau tugas yang akan diberikan atau instrumen pengamatannya.
2. Dalam melakukan pengamatan terhadap peserta tes saat mengerjakan tes perbuatan, evaluator harus menggunakan instrumen yang ditetapkan.
3. Pengamatan harus dilakukan secara objektif dan teliti.
4. Pencatatan terhadap proses pengerjaan tes harus dilakukan secara langsung untuk menghindari kesalahan.
5. Pengaturan atau manajemen waktu harus dilakukan secara baik.
6. Dalam melakukan monitoring hendaknya dilakukan secara baik sehingga peserta tes bisa melakukan tes perbuatan dengan tenang dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki secara optimal.
C. Perbandingan Penggunaan Tes Lisan dan Tes Tertulis dalam Pembelajaran
Evalusi merupakan suatu alat untuk mengetahui sejauh mana seorang atau sekelompok siswa mencapai targetan dalam pembelajaran. Dengan evaluasi seorang guru bisa mengetahui bagaimana pemahaman siswa terhadap mata pelajaran yang telah diajarkan. Adapun teknik evaluasi itu beragam ada yang menggunakan tehnik tes secara lisan dan ada yang menggunakan tehnik tes secara tertulis. Tes lisan, soal diberikan dalam bentuk lisan atau tulisan tidak jadi masalah sedangkan jawabannya dijawab dengan lisan. Tes tertulis soal diberikan dalam bentuk lisan atau tulisan tidak jadi masalah sedangkan jawabannya dijawab dengan tulisan. Namun tujuan dari kedua teknik tersebut sama saja, yaitu hendak mengukur keberhasilan belajar siswa.
Pada mata pelajaran matematika tes secara tertulis sudah biasa dilakukan terhadap siswa. Namun tes secara lisan masih jarang dilakukan. Biasanya teknik tes tertulis dalam mata pelajaran matematika sering digunakan pada event olyimpiade matematika sedangakan tes lisan dalam mata pelajaran matematika sering digunakan pada event Lomba Cerdas Tangkas Matematika (LCTM) biasanya soal dibacakan secara lisan namun testee diberi kesempatan untuk menghitung soal tersebut secara tertulis dan hasil jawabannya diungkapkan secara lisan. Hal ini akan lebih menggali kekuatan emosional siswa.
Namun teknik tes lisan ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Lilik Novidjanti dkk (2008:160) kelebihan tes lisan: Guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat secara langsung, menghindari jawaban spekulatif, dan dapat diketahui penguasaan siswa secara tepat. Sedangkan kelemahan tes lisan : membutuhkan waktu yang relatif lama, subjektifitas tester sulit dihindari, dan sering siswa kurang bebas mengemukakan pendapat.
Hasil belajar matematika akan optimal, jika didukung oleh bentuk dan teknik tes yang mampu menggali potensi siswa dalam mata pelajaran matematika. Dengan melakukan teknik tes yang beragam seperti tes lisan dan tes tulis maka akan lebih maksimal mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa menguasai mata pelajaran matematika yang telah diajarkan. Tidak dapat dihindari bahwa dalam dunia pendidikan, tes mempunyai manfaat bagi siswa, Guru dan sekolah, baik tes yang dilakukan sebelum, selama, maupun setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung dan dengan teknik apapun.
D. Materi Tentang Faktorisasi Suku Aljabar
A. Operasi Bentuk Aljabar
1. Pengertian Istilah dalam Bentuk Aljabar
8x2 + 2xy + 2, pada bentuk aljabar tersebut terdiri atas tiga suku, yaitu 8x2, 2xy dan 2. Angka 8 dan 2 disebut koefisien, huruf atas x2 dan xy disebut peubah (variabel) dan 2 yang tidak memilki peubahdisebut konstanta (bilangan tetap), sedangkan pada bentuk 2xy, angka 2, x dan y dinamakan faktor. Bentuk 8x2 dan 2xy + 2 dinamakan suku.
2. Suku-suku sejenis dan tidak sejenis
Bentuk 3x dan 0,5x; 4ax dan (-2+2)x; 7x2 dan 3x2 disebut suku-suku sejenis dalam x, sedangkan 7x dan 8y, 2x dan 3xy disebut suku-suku tidak sejenis.
3. Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar
4x + 2y + 6z + 8x + 3y -9z
Bentuk aljabar yang kompleks di atas dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih sederhana dengan mengelompokkan suku-suku yang sejenis sehingga bentuknya menjadi
(4x + 8x) + (2y + 3y) + (6z – 9z) = 12x + 5y – 3z
Selain dengan mengelompokkan suku-suku sejenis, penjumlahan dan pengurangan suku-suku sejenis dari bentuk aljabar dapat pula dipermudah dengan cara mengelompokkan dan menyusun ke bawah.
4x + 2y + 6z
8x + 3y – 9z +
12x + 5y - 3z
4. Perkalian Bentuk Aljabar
a. Perkalian suatu bilangan dengan suku dua
Perkalian suatu bilangan dengan suku dua dapat diselesaikan dengan suku dua dapat diselesaikan dengan menggunakan sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan atau pengurangan.
k(a+b) = ka + kb
contoh: 4(x+y) = 4x + 4y
-2x(3x-4y+z) = -6x2+8xy-2xz
b. Perkalian suku dua dengan suku dua
(a+b) (a+b) = a2+ab+ba+b2
= a2+2ab+b2
5. Pemangkatan Suku
Pangkat atau eksponen adalah perkalian yang berulang, misalnya
a3 = a x a x a dan (a + 1)2 = (a + 1) x (a + 1) x (a + 1) = a2 + 2a + 1
a3 adalah contoh perpangkatan suku satu
(a + 1)2 adalah contoh perpangkatan suku dua
6. Pembagian Suku Sejenis atau Suku Tidak Sejenis
Pembagian suku-suku sejenis dan tidak sejenis pada pembagian bentuk aljabar aturannya sama dengan pada operasi pembagian bilangan bulat. Pemmbagian pada bentuk aljabar akan lebih mudah dilakukan dengan mencari faktor-faktor persekutuan dari suku yang dibagi dengan suku pembaginya, contohnya 9ay : 3a = 3y. Pada contoh tersebut, 9ay disebut suku yang dibagi, 3a disebut suku pembagi dan kedua suku itu memilki faktor persekutuan, yaitu 3a. Selain itu, dalam operasi pembagian suku perlu diperhatikan aturan tanda dari suku yang dibagi atau suku pembaginya.
Berikut ini sifat-sifat yang berlaku pada pembagian bentuk aljabar. Untuk a dan b bilangan bulat positif berlaku :
a. = dan x =
b. : = x =
c. Sifat distributif perpangkatan terhadap pembagian
= dan =
Tidak ada komentar:
Posting Komentar